Perkara Kosmetik Bawa Nama RANS Entertainment, Ini Jawaban Dua Tersangka

Perkara Kosmetik Bawa Nama RANS Entertainment, Ini Jawaban Dua Tersangka

Cakrabangsa - Pekanbaru – Kuasa Hukum GE dan SVK dari Kantor Hukum Silfester Matutina & Partners, melalui Andi Lala SH MH angkat bicara menanggapi pemberitaan liar yang menyeret kliennya. Pihaknya menyayangkan informasi yang beredar tidak sesuai fakta dan meluruskan kronologi sebenarnya demi menghindari salah persepsi publik.

Andi Lala menjelaskan, awal mula pertemuan kliennya, GE dan SVK dengan pelapor ED adalah karena adanya kesepakatan kerja sama bisnis. Ia menegaskan, kliennya tidak mengetahui detail pembicaraan awal antara tersangka NS (Direktur PT Scoo Beauty) dan ED yang lebih intens berkomunikasi di Pekanbaru.

GE dan SVK yang berdomisili di Jakarta baru mengetahui ED sepakat menjalin kerja sama yang kemudian dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama Kemitraan Nomor: 01/SBI/III/2024 tertanggal 6 Maret 2024, serta Addendum Perjanjian Kerjasama PT. Scoo Beauty Inspira dan PT Andika Beauty Inspira Nomor: 001/A/SCOO/VI/2024 tertanggal 3 Juli 2024.

Kesepakatan kerja sama tersebut, kata Andi Lala, adalah sistem waralaba di bidang bisnis retail produk perawatan kulit (skincare), kosmetik, aksesori, serta makanan dan minuman. Dalam perjanjian yang telah ditandatangani, nilai kerja sama yang harus dikeluarkan oleh ED sebagai pengguna sistem waralaba kliennya adalah sebesar Rp 8 miliar.

"Jadi tidak benar kalau dibilang yang disepakati adalah Rp 2 miliar," tegas Andi Lala Selasa (14/7).

Ia menambahkan, nilai Rp 8 miliar tersebut disepakati untuk dibayar bertahap dalam tiga kali angsuran atas permintaan ED sendiri.

Terkait pemberian uang sebesar Rp 500 juta kepada tersangka NS Andi Lala menyatakan kliennya tidak mengetahui sama sekali. Menurutnya, peminjaman uang tersebut adalah inisiatif pribadi NS tanpa sepengetahuan atau izin GE dan SVK. Bahkan ED juga tidak memberitahukan kepada kliennya perihal penyerahan uang tersebut.

"Barulah klien kami mengetahui peminjaman uang secara pribadi tersebut oleh tersangka NS kepada pelapor ED sampai dengan permasalahan ini muncul," tuturnya.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, tim kuasa hukum menilai penetapan tersangka terhadap GE dan SVK adalah hal yang tidak tepat. Oleh karena itu, mereka meminta pihak Polda Riau melalui Ditreskrimum untuk segera menggelar ulang perkara ini.

"Supaya menjadi jelas dan terang benderang," harap Andi Lala.

Sebagai langkah hukum, pihaknya telah mengajukan hak kliennya sebagai warga negara, salah satunya dengan meminta Kabag Wassidik Ditreskrimum Polda Riau untuk melaksanakan gelar perkara ulang atau gelar perkara khusus. Permohonan ini telah disampaikan melalui surat permintaan gelar perkara ulang Nomor: Prmh 111/GPK/SM/07/07 tertanggal 7 Juli 2025, dengan harapan pihak mereka dapat dihadirkan dalam gelar perkara tersebut.

Andi Lala juga menegaskan bahwa posisi hukum kliennya dalam perkara ini keliru. Ia menjelaskan, hubungan antara kliennya dan pelapor sebatas kesepakatan kemitraan bisnis. Sedangkan, masalah peminjaman uang yang dilakukan NS kepada ED adalah masalah pribadi dan tidak boleh dikaitkan dengan bisnis yang sudah berjalan dan terealisasi.

Terkait kerugian yang timbul, Andi Lala menyebut hal itu dikarenakan adanya kewajiban pembayaran yang tidak dilaksanakan oleh ED atau dengan kata lain, ED telah melakukan wanprestasi terhadap perjanjian yang sudah ditandatangani sebagai investor.

Kondisi ini menghambat operasional bisnis toko. Oleh karena itu, kliennya juga telah melayangkan gugatan terhadap ED di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dengan gugatan nomor: 48025/V/ARBBANI/2025 tertanggal 20 Mei 2025, sesuai dengan klausul penyelesaian masalah dalam kesepakatan tersebut.

"Kami mendesak sekali kepada pihak Ditreskrimum melalui Kabag Wassidiknya, untuk dapat segera mengakomodir permintaan permohonan gelar perkara ulang dan atau gelar perkara khusus kami ini, supaya setelahnya kebenaran itu dapat diketahui," tutupnya.

Berita Lainnya

Index